Kamis, 06 Agustus 2009

Rokok Selingkuh 17+++++

Sesaat setelah selesai makan siang di cafe salah satu gedung perkantoran, Mbak Hella Helly mengeluarkan roko ARDATH dinyalakan dan dihisap.

Tak ketinggalan Mas Kanyut didepannya juga mengeluarkan rokok DJARUM-nya kemudian dinyalakan dan dihisap dalam dalam. Mas Kanyut memulai membuka pembicaraan basa-basi,

"Mbak kerja dimana?"
"Emm di lantai lima" jawab Mbak Hella Helly.

Sambung Mbah Kanyut "Oo kalau saya di lantai tujuh" dst dst dst hingga Mas Kanyut mengetahui bahwa Mbak Hella Helly baru 4 bulan bercerai dengan suaminya.

"Koq mbak merokok sih?" tanya Mas Kanyut kepada Mbak Hella Helly.

"Mas, ini rokok bukan sembarang rokok. Ini rokok punya arti."

Mas Kanyut bingung dibuatnya lantas memberanikan diri menanyakan kepada Mbak Hella Helly

"Punya arti bagaimana mbak?".

Sambil mendekatkan wajahnya Mbak Hella Helly berbicara lirih,

"Sst sst sst ARDATH artinya Aku Rela Ditiduri Asal Tidak Hamil"

Mas Kanyut kembali bingung tapi dalam hati "...wah ini yang gue cari..."

Kemudian Mas Kanyut balik membisikan kepada Mbak Hella Helly, "Mbak kalau tahu nggak rokokku khan DJARUM nah itu artinya Demi Janda Aku Rela Untuk Mati" lantas keduanya senyum dan tertawa kecil.

Mas Kanyut semakin berani berbicara "Mbak khan masih ada waktu yaa gimana kalau kita keseberang situ?"

"keseberang mana mas?" ujar Mbak Hella Helly balik bertanya

"Em itu tuh hotel" kata Mas Kanyut.

Karena Mbak Hella Helly mungkin sudah lama nganggur langsung saja ho oh.

Di saat mereka bercinta Mbak hella helly berujar,

"Mas..mas..jangan sungkan-sungkan kalau mau MINAKJINGGO lho"

Lagi-lagi Mas kanyut bingung "MINAKJINGGO apaan sih?" tanya Mas Kanyut.

Mbak Hella Helly tertawa manja merangsang "MINAKJINGGO itu yaa MIring eNAK mau nJengking ya moNGGO mas" Mbak hella helly menjelaskan.
"Hua..ha..ha..," Mas Kanyut tertawa.

Ayok.......

sumber : Notes Imam Badrus Samsi
http://www.facebook.com/profile.php?id=1797291145&v=app_2347471856&viewas=1756343361&ref=ts#/note.php?note_id=117874320881

Akibat Penasaran........17+++

Mbah Kanyut sedang mengadakan perjalanan dengan pesawat terbang, maklum orang dari desa jadi belum pernah naik pesawat terbang, pesawat terbangnya pakai yang kelas VIP dan AC nya sangat dingin membuat Mbah Kanyut sering ingin buang air. Akan tetapi setiap kali Mbah Kanyut pergi ke toilet, selalu saja toilet itu terisi. Seorang pramugari melihat keadaan ini, ia lalu menganjurkan Mbah Kanyut untuk menggunakan toliet wanita dengan catatan tidak menekan tombol-tombol yang ada di dekat toliet tersebut. Ternyata tombol-tombol itu memang ada didekat tissue, pada tombol-tombol itu tertulis huruf "WW" ."WA".."PP". ."ATR"...

Karena penasaran, Mbah Kanyut tidak mengindahkan pesan sang pramugari dan mencoba untuk menekan tombol-tombol itu. Dengan hati-hati Mbah Kanyut menekan tombol "WW" dan seketika air hangat menyemprot pantatnya... dalam hati ia berkata "Oh rupanya tombol ini berarti Warm Water (air hangat...) untuk cebok.....wah enak ya perempuan kalau ke toliet"

Masih penasaran, Mbah kanyut lalu mencoba menekan tombol "WA"....dan seketika bertiuplah udara hangat (Warm Air) untuk mengeringkan pantatnya yang basah....."Aha. .." Mbah Kanyut berpikir "Tidak heran kalau perempuan betah berlama-lama didalam toilet dengan pelayanan seperti ini...!!":

Lalu Mbah Kanyut menekan tombol "PP" dengan sangat berhati-hati sambil meng-antisipasi kemungkinan yang akan terjadi. Sebuah bantalan bedak (Powder Puff) keluar dari samping lalu membedaki pantatnya yang sudah kering dengan bedak halus..... "Wow...Edan tenan, wuih... sangat hebat pelayanan seperti ini !!!" Mbah Kanyut berkata dalam hati.....kemudian Mbah kanyut mencoba menekan tombol terakhir yang belum di cobanya yaitu tombol "ATR".
Tahu-tahu Mbah kanyut bangun dan tersadar di sebuah kamar rumah sakit dan ditangannya telah menempel selang infus...Mbah Kanyut sangat heran..lalu Mbah Kanyut bertanya kepada perawat yang sedang bertugas......

Mbah Kanyut menerangkan bahwa yang Mbah kanyut ingat adalah Mbah Kanyut sedang berada didalam toilet wanita di dalam pesawat.

Sang perawat kemudian menjelaskan. ."Ya...anda pasti sedang menikmati pelayanan di pesawat yang ditujukan untuk perempuan... sampai ketika anda menekan tombol ATR yang artinya adalah Automatic Tampon Removal (pelepas pembalut otomatis)... ...dan buah zakar anda tertarik oleh alat itu...."

Ups.......Mbah Kanyut " Lha buahku sekarang dimana?"..................

sumber : notes Imam Badrus Samsi
http://www.facebook.com/profile.php?id=1797291145&v=app_2347471856&viewas=1756343361&ref=ts#/note.php?note_id=118015760881

Rekruitment dokter Spesialist Kandungan

Marsudi, Dirut Klinik Kesehatan Ibu dan Anak terkenal di kota Waton Sulaya duduk merenungi kondisi Kilnik yang dikelolanya.
Income Klinik yang biasanya melimpah, akhir-akhir ini menurun drastis akibat pasien yang memanfaatkan pelayanan klinik tersebut mendadak sepi. kondisi tersebut disebabkan dokter spesialis kandungan yang bertugas di rumah sakit itu pensiun awal bulan lalu. otomatis para calon pasien yang kebanyakan ibu-ibu hamil dan ibu-ibu yang ingin melakukan persalinan banyak berpindah ke rumah sakit dan klinik lain yang mempunyai dokter spesialis kandungan.

awal bulan ini Marsudi membuka lowongan untuk mengisi kekosongan tenaga dokter spesialis kandungan bagi kliniknya. setelah mengadakan seleksi secara umum, hanya tiga orang dokter yang memenuhi syarat untuk diseleksi kembali secara khusus. dari ketiga dokter tersebut nantinya hanya satu orang yang berhak menjadi dokter spesialis kandungan di klinik milik Marsudi. ketiga orang dokter itu adalah Marto, Kunto dan Minto

Marsudi telah menyiapkan ujian khusus untuk menguji ketahanan mental Marto, Kunto dan Minto, apakah mereka bisa atay tidak mengendalikan gejolak nafsunya sebagai laki-laki. Marsudi menganggap hal ini penting dilakukan karena khawatir jika mereka tidak bisa mengendalikan gejolak nafsunya akan berakibat fatal dalam menangani pasien yang kebanyakan adalah kaum wanita.

tibalah saatnya ujian khusus bagi Marto, Kunto dan Minto. mereka bertiga harus bisa melewati dua tahapan ujian dalam dua ruangan terpisah. masing-masing orang dipasang alat sensor yang dapat membunyikan alarm kebakaran bila ternyata diantara mereka yang memuncak nafsunya.
setelah ketiga calon dokter berkumpul, mulailah Marsudi memanggil satu per satu diantara mereka.

"Marto... silahkan masuk ke ruang I" panggil Marsudi. lalu Marto masuk ke ruang yang ditunjuk Marsudi
waktu baru berjalan sekitar 3 detik, tiba-tiba terdengar suara "kriiiing..." alarm berbunyi. akhirnya Marto dinyatakan gagal.

Marto kembali ke tempatnya semula dengan gontai menyesali kegagalannya. Kunto dan Minto sumringah karena satu rivalnya telah gugur, lalu keduanya bertanya pada Marto "diuji apa, mas?"
"ah, beginilah nasib bujangan. baru melihat gambar bugil aja birahiku sudah naik" jawab Marto
ternyata di ruang I tadi Marto diminta melihat gambar bugil untuk mengendalikan nafsunya.

lalu... "Minto... silahkan ke ruang I" panggil Marsudi. lalu Minto berjalan dengan penuh percaya diri, ia yakin akan melewati tahap ini karena telah terbiasa melihat gambar bugil. "ah.. enteng.. wong di rumah koleksi majalah Playboy-ku penuh satu rak buku" gumam si Minto

setelah tiga menit.. alarm tidak berbunyi tanda Minto berhasil melewati ujian di ruang I.
"bagus.. sekarang silahkan anda menuju ruang II" kata Marsudi
kira-kira 2 detik setelah Minto berada di ruang II, tiba-tiba "kriiing..." alarm berbunyi dan Minto dinyatakan gagal. dengan loyo akhirnya Minto kembali ke tempatnya semula, berkumpul lagi dengan Kunto dan Marto.

"diuji gimana lagi, mas?" tanya Kunto dengan senyum lebar karena kedua saingannya telah gagal
"ah... itulah kelemahanku. kalo cuma gambar bugil sih aku dah biasa.. tapi kalo yang bugil wanita beneran, mana kuat...! jawab Minto

kemudian.. "Kunto... silahkan ke ruang I" panggil Marsudi. kemudian Kunto melangkah pasti menuju ruang I. tiga menit berlalu, alarm tidak berbunyi dan Kunto dinyatakan lolos pada tahap ini.
"hmmm... baik. sekarang silahkan masuk ruang II" perintah Marsudi kepada Kunto
dengan gagahnya Kunto masuk ke ruang II.

waktu telah lama berlalu, tapi alarm tidak juga berbunyi. Marsudi jadi penasaran akhirnya menyusul masuk ke ruang II. ternyata di dalam ruang II Kunto asyi ngobrol dengan wanita bugil yang dimaksud Minto tadi.

"bagus... bagus... kamu dinyatakan lulus ujian Kunto.. akhirnya Klinik ini sudah punya dokter spesialis kandungan yang baru" kata Marsudi
saking senangnya, Marsudi begitu bersemangat ingin memberi salam kepada Kunto. lalu dokter baru itu dipeluknya erat-erat sebagai ungkapan rasa senang yang tiada terkira..


"kriiiing......." tiba-tiba alarm berbunyi..!!

Rabu, 29 Juli 2009

KLEPON (Jagongan Boso Jonegoro)

Nda, iki ora crito banyolan koyo biasane. Iki ngono nggur tulisan biasa kanggo nambani roso penasaranku bab klepon sing jare wong tuwek (sepuh) iso kanggo nambani udun/bisul (nek coro boso Jonegorone “tonyonen”).

Keneng opo aku ora nulis wong tuwo? Mengko mundhak eneng sing rumongso, mergo jare pak Martin Moentadhim Sri Marthawienata wong tuwo kuwi cekakan soko tembung “wong sing untune dowo” alias “mrongos”.

Sak durunge aku nerusno tulisanku iki, njajal tak jelasno sithik bab klepon. Klepon kuwi salah sijine panganan tradisional sing klebu golongan jajan pasar. Digawe soko glepung beras ketan utowo telo rambat sing diunder-under cilik-cilik, tengahe diisi gula abang (gula Jawa), digodhog nok banyu humub nek wis mateng dientas terus diwur-wuri parutan kelopo. Biasane klepon kuwi digawe rupo ijo, pewarna tradisionale biasane nganggo godhong pandan.

Nda, tak terusno lehku crito bab klepon sing jare wong tuwek iso nambani “tonyonen” utowo udun sing ora waras-waras. Iki kenek diarani pengalaman pibadi. Aku sampek gawok, yo ngandel yo ora. Tapi nyatane yo ngono tenan, sampek lehku mikir dinan-dinan. Nek kelingan, ngguyu dhewe koyo wong edan.

Kawitane wayah nekani wisudane adhiku, anakku udunen nok ndhuwur mripate. Tak priksakno nok dokter diwenehi salep. Salepe jan mandi tenan. Mulih teko dokter, salep diolesno karo bojoku, kiro-kiro sakjam udune mbledhos terus kempes.

Bareng wis rodo suwe, kiro-kiro rong wulan udune thukul meneh nok irunge anakku. Tak priksakno dokter meneh, diwenehi salep karo pil antibiotik. Angger bar ngombe obat karo diolesi salep, udune mbledhos. Tapi thukul udun meneh nok bathuke, ngono terus sampek bolak-balik ngantek obate entek. Lha aku yo bingung dhewe, mesakne anakku wong duwe udun kok ra waras-waras. Anakku sing nggantheng dhewe koyo klentheng kok malah dari ra karu-karuan rupane.


Ora njarak aku crito kancaku nok penggawean, lha jare kancaku dikongkon mbancaki klepon nek wayah “tiron” utowo dino kelahirane. Ora kakehan pikir, tak lakoni opo sing dikandhakne kancaku maeng. Tak niyati ikhtiar golek tombo, soal waras opo ora “wallaahu a’lam” karek opo jare pesthene Gusti Allah.

Ndilalah, kersaning Allah.. sakwise gawekno klepon karo mbah yi-ne, let rong dino kabeh udun sing nok bathuk, kiro-kiro eneng nek telung enggon garing kabeh, sampek saiki Alhamdulillah ora thukul meneh.

Wis sakmono wae, Nda.. iki ngono nggur tulisan biasa kanggo tombo ngantuk timbang dhelag-dheleg mikir garapan sing durung beres koyo wedhus kopok. Ngandel ora-ne, karek nalarem dhewe-dhewe. Mung ono pesen sithik nek wong kuwi wajib ikhtiyar, mengko kasil opo orane karek pasrah nok Ngersane Gusti Allah Kang Maha Kuasa. Suwun..

Ora usah wedi, mas... aku iki yo wong biasa kok... (Jonegoro Story)

Rohmad wis suwe lehe lulus teko SGO, bocah kuwi nek dikongkon salto karo senam indah endhage ra kaprah. Tapi sampek saiki durung ono sekolahan sing gelem nompo rohmad dadi guru olah raga.

Wis rong taun iki rohmad mergawe nok singapur, yo sing ngapur tembok, sing ngapur pager, pokoke bagian pengapuran alias tukang cet.

Diino iki rohmad moco pengumuman eneng lowongan nok kebun binatang, mbutohno lulusan SGO. rohmad rodo bingung, wong kebun binatang kok mbutohno lulusan SGO. Tapi mergo dhe’e rumongso lulusan SGO yo langsung wae budhal nglamar.

Bareng wis tekan kebun binatang, rohmad methuki pak Budi kepala bagian personalia. Wis pethuk pak Budi rohmad takok “nopo leres mbutohne lulusan SGO pak?”
“oh iyo, bener. Awakem lulusan SGO tho?” pak Budi takok nok rohmad
“inggih, pak” rohmad njawab
“iso senam indah karo salto po ra?” pak Budi takok maneh
“saged, pak. kulo niki ahline lho” jare rohmad
“yo wis, awakem tak trimo” jare pak Budi
“lha kok gampil banget pak?” takoke rohmad bingung
“yo, soale orang utan primadona kebun binatang iki lagek wae mati, padahal keh wong seneng mergo orang utane pinter mencut penonton nganggo gayane salto sing nggawokne wong. Awakem dadi gantine, engko tak klambeni kostum orang utan, gelem pora?” jare pak Budi karo takok nok rohmad
“hm... nggih sampun, timbang nganggur kulo purun” rohmad njawab
“yo wis, sesuk esuk ndang mulai mergawe” jare pak Budi

Sesuke, rohmad diklambeni kostum orang utan terus dikrangkeng nok kandang sing jejer karo kandang singo. Anehe kandang maeng digawe teko kayu, ora teko wesi.

Orang utan sing asline rohmad maeng mulai pasang aksi, penculotan, salto, jungkir walik koyo atlet senam indah. Wong-wong sing ndelok podho gawok, tepuk tangan ra karu-karuan karo godheg-godheg.

Rumongso akeh sing seneng, orang utan sing asline rohmad dadi gedhe endhase, salah tingkah, malah nggawe polah sing ora-ora. Olehe penculotan malah digawe-gawe.
“GUBRAK” krangkenge jepluk, mergo kesantap awake rohmad. Karuan wae rohmad keblusuk nok kandang singo.

Singo sing enak-enak turu kaget, rumongso turune diganggu orang utan langsung moro nyedhak. Orang utan alias Rohmad maeng wedi, awake ngejer... wong selawase urip durung tau adhep-adhepan karo singo. Rohmad mundur-mundur akhire kepepet nok ram-ramane kandang. Singo maeng malah maju karo nggereng-ngereng ambek endhase dipepetne nok raine orang utan sing bleger asline rohmad nganggo kostum orang utan.

Wong-wong sing ndelok podho pathing jlerit, ngesakno karo wedi nek orang utan kesayangane dipangan singo.


Ora sadar nek rohmad ijek nganggo kostum orang utan, mergo saking wedine rohmad bengok-bengok “tulung..... tulung.....”

Wong-wong sing ndelok yo kaget campur gawok, orang utan kok iso muni njaluk tulung.

Singo maeng bareng eroh nek orang utan maeng asline rohmad, malah nyedhak karo mbisiki “ora usah wedi, mas... aku iki yo wong biasa kok”

"we... tibake podho mas, tiwas aku wedhi sampek kepuyoh-puyoh" jare rohmad

Telung ewu kok njaluk slamet (Boso Jonegoroan)

muji karo karyo, wong loro wis suwe dadi partner (nek coro “singlish” jare markus hartono kuwi artine kekancan), podho-podho mbecak nok lore pasar Jonegoro.
nggur bedane, muji kuwi wonge sabar, sumeh ambek sugeh guyu, mangkane akeh langganane. ora koyo karyo sing wonge grusa-grusu, ora sabaran ambek sugeh jengker tapi jengkerane kasar, mangkane akeh wong sing ra patek seneng.

awan kuwi muji kiro-kiro wis oleh telung tarikan, lha karyo gung oleh tarikan babar pisan. kiro-kiro jam rolas awan wayah manjing luhur, wong loro maeng podho njungok nok becake dhewe-dhewe. muji nepasi awake ngganggo kethune lha sing karyo jedhal-jedhul ngempak rokok siong sing ambune koyo menyan.

let sedhelok, tak ingeti teko adohan enek wong wedok loro metu teko pasar, mbrengkut nggowo barang akeh, ketoke bar kulakan. sing siji marani muji sing sijine marani karyo.

wong wedok sing marani karyo maeng takok “pak, becake kangge?”
“mboten, bu. badhe ngersakne teng pundi?” muji nyauri alus
“ledok kulon, pinten pak?” wong wedok maeng takok
“gangsal ewu, bu” muji njawab
“kok awis? tigang ewu mawon, nggih?” wong wedok maeng ngenyang ongkose
“nggih sampun, monggo” jare muji karo ngangkat ban ngguri becake, karepe wong maeng ben gampak lehe munggah.
bareng wis munggah, didelok wis mapan penak, muji lagek ngonthel becake alon-alon.

lha wong wedok sijine marani karyo karo takok “becake kangge, pak?”
“yo kanggo tho... nek gak kanggo yowis tak buwak nok nggawan” jare karyo
“ape nok endi?” karyo takok nok wong maeng
“klangon, pinten pak?” wong wedok maeng takok ongkose
“mangewu” karyo njawab
“kok awis? tigang ewu mawon, nggih pak? celak mawon kok” wong wedok maeng ngenyang
“langit kuwi ketoke yo cedhak, mbak. tapi adohe ra kaprah” jare karyo karo ndiding mendhuwur.
“pareng nopo mboten tigang ewu?” wong wedok kuwi takok meneh
“yo wis, ra popo, kanggo penglaris” karyo njawab karo mbatin “mosok muji wis entuk patang tarikan, aku kok lagek ape pisanan”
“kene, ndang numpak” jare karyo karo njungkir becake

lagek to wong wedok maeng munggah, lehe njungok yo rung patek mapan, becak wis digenjot karyo, karepe ben ndang teko nggon.
wong wedok maeng jerat-jerit “alon-alon to, pak. engko nek kesosop piye?”
“halah, ra sah criwis. wong nggur telung ewu kok njaluk slamet!” saurane karyo karo mrongos koyo garangan

ooo... alah.... yo karyo, dhapuranem koyo renges...

Wedi sampek Pucet (Crito Jonegoroan)

soleh karo kasan, cah-cah maeng semayan ape sepedahan golek seger-segeran. anggite ape mlaku-mlaku nok alun-alun sing saiki lagek enek Expo, ngiras-ngirus golek semongko kanggo buko engko sore, mergo cah-cah kuwi podho poso rejeban.
"engko pethuk nok endi leh?" kasan takok nok soleh
"nok ngarep gedung wanita wae, menisan engko parkir sepedah nok kono" jare soleh

Kiro-kiro jam setengah limo, bocah loro maeng pethukan nok ngarep gedung wanita, koyo enek sing ngabani cah loro maeng langsung markir sepedah terus mlaku-mlaku ndelok keramean nok alun-alun

Bareng tekan pojok etan, enek bakul semongko tanpa biji. Nok ngarepe ditulisi "ada biji uang kembali". Karo meneh enek irisan semongko sing abang mbranang koyo lambe sing dibengesi. rupane mingir-mingir, nek didelok sawangane legine ra kaprah. Kathik nok jejere enek papan tulisan "tidak merah uang kembali"

Cah-cah maeng clegak-cleguk ngulu idu karo mbatin "mek ndahneyo segere..."
Ora kesuwen cah loro maeng langsung tuku sitok-sitok.
"engko nek gak abang tak balekno lo lek?" jare soleh
"nggonku yo, nek enek isine tak balekno yo?" kasan melok-melok
"yo, beres" jare bakule semongko
Wis bar mbayar cah loro maeng langsung njupuk sepedah nok parkiran terus cepet-cepetan muleh nok omahe dhewe-dhewe.

"Allahu Akbar, Allahu Akbar" suara Bilal, tandane wis wayah Maghrib.
Soleh sing wis krungu adzan langsung ngiris semongkone sing jare bakule rupane abang karo rasane legine ra kaprah.
"he.... rupane kok ijek koyok semongko mentah ngene? Ijek puteh kabeh..." soleh kaget karo nggremeng"
"wah, aku dibodhoni ki, duwikku kudu tak jaluk meneh, tak balekno wae semongkone" jare soleh

Nok omahe kasan, dhewe meneh critane...
Bareng krungu adzan, kasan langsung ngiris semongko sing jarene tanpa biji maeng.
"whe.. e.. e.. mbah darmo.. lha semongkone kok akeh isine?" kasan kaget
"Wah aku ketipu, kudu ndang tak balekno ben duwikku iso cepet mbalik"

Kasan gagenan njupuk sepedah, langsung balik nok bakul semongko maeng. Tekan kono, wis enek soleh sing mencak-mencak srengen karo bakul semongko.
"jarene rupane abang, bareng tak iris kok ijek puteh kabeh. Kowe wis mbodhoni aku lek. Endi duwikku tak jaluk meneh" jare soleh
"sabar, sabar sik tho" jare bakul semongko
"kowe maeng numpak opo?" soleh ditakoki bakul semongko
"numpak sepedah" jare soleh
"banter pora? Lha semongkone mbok dekek endi?" Bakule takok meneh
"banter tho, wong aku kesusu selak Maghrib, semongkone tak gantung nok setire sepedah" jare soleh
"lha kuwi.... Sakjane tekan kene maeng semongkone rupane abang... tapi mergo mbok gantung karo lehem numpak sepedah kebanteren, semongkone wedi akhire tekan omah rupane pucet ora abang meneh.." jare bakul semongko
Mergo ijek cilik, soleh yo ngandel wae terus mbalik muleh karo nggowo semongko sing ijek plonco maeng.
"lha kowe kenek opo meneh?" kasan ditakoki bakul semongko
"aku yo ape njaluk duwikku mbalik.. jare semongko tanpa biji, bareng tak iris nok omah kok akeh isine" jare kasan
"we... lha kowe ki piye tho? Semongkoku ki pancen tanpa biji" jare bakul semongko ngeyel
"lha kok akeh isine?" kasan yo melok ngeyel
"kuwi maeng saking aku apikan, kowe tuku semongko tanpa biji wis tak imbohi kwaci. Ngono kok ijek protes" jare bakul semongko
Dasar cah cilik, kasan mbalik muleh karo nggowo semongko sing jare tanpa biji tapi wis dibonusi kwaci maeng.

Oo.. alah... mugo-mugo bakul nok Jonegoro ra eneng sing koyo kuwi maneh......

Dongkrake Ngganjel...

Sore kuwi Paidi nyegat angkot ape muleh mergawe. Maklum, najan dhe’e ki montir tapi durung duwe udhug, menyang muleh mergawe mesthi repot nyegat angkot.

Bareng enek angkot liwat, diendheg terus numpak.
Nok njero angkot maeng Paidi jejeran karo cewek pegawai apotek. Mergo penumpange wis pol, najan usel-uselan Paidi yo hoah-hooh wae, lha sing dijejeri wong ayu. Malah ijek kober njaluk kenalan “jenenge sopo, mbak? Kenalno aku Paidi”
“Susi, mas” cewek maeng nanggepi jalukane Paidi

Ndilalah nok tengah dalan, angkot ijek gelem mendheg mergo enek wong tuwek nyegat ape numpak, padahal angkot ki maeng wis ora cukup dileboni penumpang maneh.

Anggite karo golek kesempatan, Paidi kondho karo cewek jejerane maeng “Sus, ngesakno wong tuwek kuwi nek ra oleh kendaraan ra iso muleh. Iki kan angkot terakhir”
“lha apike piye, mas Di? Sampeyan ape mudhun ben dinggo wong kuwi ye?” takoke Susi
“yo ora ngono, piye nek awakem tak pangku, ben wong tuwek kuwi iso numpak?” jare Paidi

Eh, jan awak apik tenan. Susi yo kok gelem wae nuruti karepe Paidi “yo wis, mas. ra popo” jare Susi karo mapan nok pangkone Paidi.

Nok njero angkot sing malah sesek ki maeng mergo enek tambahan penumpang, Paidi malah mesam-mesem, seneng atine iso mangku wong ayu.

“omahem endi to Sus?” Paidi takok
“ngumpakdalem, mas. lha sampeyan endi?” Susi mbales takok
“mojoranu” jare Paidi
“awakem ki mergawe nok apotik tho, Sus?” Paidi takok maneh
“lho sampeyan kok eroh, mas?” Susi gawok
“lha, ambunem ki obat thok je...” jare Paidi



“lha nek sampeyan, mas? mbengkel po piye? gentenan Susi sing takok
“yo, Sus bener. Lha awakem yo kok eroh?” Paidi ketularan gawok
“iyo, tho... lha lehku njungok nok pangkonem ki ra penak kabeh... dongkrakem ngganjel” jare Susi

Koyo disamber bledhek, rupane Paidi sakkal dadi abang mbranang, ngempet isin mergo sak angkot krungu opo sing dadi omongane Susi.

Ooo alah ...Di... Paidi...

- Ono sing Nyengkal....

Sore kuwi Sirun ngajak Sarip mlaku-mlaku. Biasane wong 2 kuwi nek metu goncekan numpak udhug, kliter-kliter kutho ngentekno besin, gayane koyok sing duwe pom bensin sak Jonegoro.

Cilakane, saiki wis ra iso goncekan meneh, Sarip sikile coklek sing Sirun mripate ra iso ndelok mergo bar kecelakaan, udhug sing ditumpaki kejlungup nok galengan mergo ngendhani wedhus sing ucul teko cencangane.


Tapi, wong loro ki pancen senengane ngluthus, blakrakan nok endi-endi. ora mikir awake wis legrek ra karu-karuan tetep wae budhal mlaku-mlaku. Sirun sing ora iso ndelok, nggendong Sarip sing ra iso mlaku, ngamplok nok gegere. Sarip sing ngaban-abani Sirun supoyo mlaku ngiwo po nengen.

Ora kroso, wong 2 maeng mlaku tekan pasar. Bareng nok ngarep bakul trasi, Sirun takok karo Sarip “Rip, iki ape tuku trasi tho piye?”
“lha kowe kok eroh, Run” Sarip gawok, wong ora ndelok kok iso eroh
“ambune, lho” jare Sirun

Sarip ngabanei mlaku meneh, terus mandheg nok bakul iwak, Sirun takok meneh “ape tuku iwak ye?”
“kowe kok eroh wae, tho Run?”
“ambune, lho” jare Sirun

Sarip mbathin, “we.. cah iki irunge nek kon ambon-ambon jan koyo irunge kirik. njajal tak jak nok nggawan iso eroh po ra” terus Sarip ngabani meneh mlaku metu teko pasar nok pinggir nggawan

“kowe ape adus, Rip? kok aku mbok jak nok nggawan?” Sirun takok
“lha kowe kok eroh meneh tho, Run?” Sarip bingung takok meneh
“lha, iki mesthi akeh wong wedok adus nok nggawan... wong rasane eneng sing nyengkal nok gegerku bekakasem ngadeg yo? gegerku loro kabeh” jare Sirun

Karo pringas-pringis Sarip ngomong “he’eh... iyo, tibake kowe bener meneh, Run”

Jonegoroan Maneh, Nda..!



Paijan numpak bis ape mburoh ngedhos nok lamongan, jarene wong-wong penggaweane saiki dadi dosen (olehe Ngedhos sampek sasen-sasen).

nok njero bis maeng wis enek penumpange siji, macake necis katik nganggo arloji sing taline nggilap ngulapne moto. Paijan gawok, didelak-delok wong kuwi kok senthak-senthuk sirahe karo lambene unyal-anyul koyo wong edan. "sakjane kenek opo wong kuwi" batine Paijan

Paijan imbas-imbis rodo wedi, terus nyedhak. karepe ape takok wayah.
Paijan takok "mas, saiki jam piro?"
wong maeng ora njawab, meneng wae karo nglirik thok.
"mas, jam piro?" Paijan takon maneh karo suarane rodo dibanterno, tapi wong maeng yo tetep wae meneng ora ngrewes blas.
Paijan muring-muring ambek nablek pundake wong maeng karo ngomong "mas, sampeyan ki budheg po piye? ditakoki jam wae kok angel tenan. lagek duwe jam ngono wae anggakem wis ra kaprah."

kaget ra karuan, wong maeng nyoplok head set sing nok kupinge karo ngomong"ono opo tho, mas... sampeyan kok srengen karo aku? njumbulno wong wae.... ra ngenak-ngenaki lagek ngrungokno Wariyati"


"sepurane, mas. aku ra njowo nek kupingem mbok sumpeli ngonokan. Wariyati ki yo sindir idolaku je.. aku sileki sedhelok yo?" jare Paijan ndromos

We.. nggladrah... karepe takok wayah lha koq malah gayeng nyetel sindiran.... Jan, Paijan

Setali tiga uang alias sami kemawon...


jarwo karo lilik lagek selapan olehe kawin. cilakane, jarwo iki wis suwe nganggur, diPHK mergo pabrik kripik karo balungkuwuk nggon mergawene bangkrut.
saben dino morotuwo plerak-plerok mergo jarwo senengane nggur cangkruk nok warung karo nyeket nomer sing ra tau tembus.
suwe-suwe jarwo bingung polahe dhewe, terus nekat daftar nok PJTKI ben iso mergawe nok Saudi.

bareng wis wayah budhal jarwo pamit karo bojone "dhik, aku budhal mergawe nok saudi suwene rong taun"
"rong taun kuwi suwe yo kang. awak dhewe ki nganten anyar, engko gek kowe nok saudi kono ra betah ngempet terus golek genda'an" jare lilik
"ora dhik, aku ra ngarah selingkuh. kanggo tenger, aku nggowo jagung garing iki sitok, awakem yo tak tinggali sitok" jare jarwo
"maksudem piye kang?" lilik takok
"nek jagungku utowo jagungem iki utoh ra enek upilane pas aku muleh suk mben, kuwi tandane aku ambek kowe ora selingkuh" jarwo njelasno

kelakon nok saudi, jarwo sregep mergawe karo kirim duwik kanggo bojone. tapi jenenge uwong, jarwo ra kuat ngempet butohan sing sitok "kuwi".
wis genep rong taun, jarwo mulih tapi duwe roso wedi, mergo jagunge kalong rolas upilan.
bareng pethuk bojone, jarwo langsung sujud nyembah sikile bojone karo njaluk sepuro
"sepurane dhik, aku ra betah. jagungku kalong rolas upilan"
"ora popo kang. aku ngerti kok, ora popo. wis kono ndang mangan, aku adang jagung" jare lilik

rumongso disepuro, jarwo mangan telap-telep koyo wong kaliren.
bar mangan, jarwo methuki bojone maneh karo ngomong "awakem ki jan bojoku sing matoh tenan, dhik. ngerti bojonem selingkuh sampek ping rolas kok langsung mbok sepuro"

lilik njawab "ora popo kang, mergo aku dhewe yo selingkuh. sego jagung sing mbok pangan maeng yo olehku mbebek teko upilan jagung lehku selingkuh. lha inova nok ngarep kae yo lehku tuku nganggo duwik asil adol jagung upilan"


mak gedabruk, jarwo langsung nggeblak...

Jumat, 26 Juni 2009

Jagongan Jonegoro

Sing Ngandhap Nggih nopo Mboten?
Wis sewulan iki Darmo mbukak praktek. Mben dino pasiene rame umpel-umplean, kejobo akeh sing cocok Darmo kuwi dokter sing ijek bujang tur rupane nggantheng koyo klentheng memper vokalise peterpan.

Sumi sing wis telung ndino prei mergo awake pathing krekes, krungu kabar eneng dokter sing kondang kaonang-onang, langsung pingin budhal. Karepe golek tombo ngiras-ngirus mejeng mbok menowo dokter maeng kepincut, maklum Sumi kuwi primadonane komplek sing meh mben bengi diorak-orak mergo jarene ilegal.
Sore kuwi antarane jam 5, Sumi marani Triman, tukang becak langganane sing mbendino antri penumpang nok ngarep komplek.
“Lek, aku terno yo?” omonge Sumi nok Triman
Triman sing lagek nggayer nok nduwur becak kaget, ngucek-ucek mripate sing ijek ngantuk karo ngomong “nok endi wuk ayu?”
“nok dokter Darmo, Lek. Aku pirang-pirang ndino iki katisen” jare Sumi.
“whe..lah, mangkane akeh langgananem sing mbalik kucing karo mrengut koyo clurut” Triman mangsuli
“kene, ndang munggah” jare Triman semangat.
Dasar sing numpak becak dhenok dhebleng, masiyo ngongkloh, Triman ra kroso abot mancal becake.

Bareng wis tekan nggone, ndilalah durung ono pasien kejobo Sumi. Langsung wae sumi mlebu karo salam “kulo nuwun, pak dokter”
“monggo, bu. pinarak” jawabe dokter Darmo semanak
"mpun diceluk, bu tho? kulo niki tasik bujang koyo sampeyan lho, dok?" jare Sumi cengengesan
"daleme pundi?" takone dokter Darmo
"kalisari, dok" Sumi mangsuli
Darmo mbathin "wah, iki nek ndelok gayane koyo wong njero komplek"

"sakit nopo, mbak?" Darmo takon maneh
"katisen, dok. pathing krekes, dodo rasane sesek. pun telung dino niki kulo mboten marung" jare Sumi
karo kesik-kesik Darmo ngomong nok njero ati "lha lak tenan tho.."
"monggo, sampeyan ndang mlumah nok bayang kuwi" printahe Darmo karo masang stetoskop nok kupinge. Sumi langsung mlumah nuruti printahe dokter.

"klambine dibukak, kene tak priksane" jare Darmo
karo mbukaki benik klambi siji-siji sumi takon "lha sing ngandhap nggih dibukak nopo mboten, dok?"
Darmo ora njawab, mung kukur-kukur sirahe sing ra gatel. gawok campur bingung Sumi ditinggal glethak dhewekan nok ruang praktek.

Sumi nggremeng "whe..lah, wong lagek ditakoki ngono wae kok wis bingung...."

Kamis, 11 Juni 2009

Jagongan Jonegoro

Ngapunten mawon Mbah...

Bengi iki malem Jemah, hawane adem nembus balung. Seger njungok nok emper ngenteni kancane, Sugeng karo Slamet.
wong loro maeng ape budhal nok dukun kanggo golek sarat ben masalahe sing ruwet iso ndang beres. Dukun sing ape diparani ketepakan tonggo pet gedhek karo Seger, mangkane karepe njaluk ngeterno Seger ben ra sah mbayar, nggur nggowo rokok klobot cap oeloeng karo gulo sak kilo.

let sedhelok Sugeng karo Slamet teko.
"awakem melok pisan piye Ger?" takoke Sugeng nok Seger
"yo, mesisan tak njajal Dukun iki mandi tenan po ra" jare Seger

wong telu maeng langsung budhal nok omahe Dukun sing jerene kondang kaonang-onang mandi japane kanggo mberesi masalahe wong sing ruwet koyo bolah mbulet.

"kulo nuwun, mbah..." wong telu kompak uluk salam
"uhuk..uhuk... monggo" jawabe mbah dukun karo watuk mergo keselek beluke obongan menyan
"we.. lah... ki maeng awakem tho Ger. eneng perlu opo, kok bareng-bareng rene?" takoke mbah dukun
"anu, mbah... kulo kaleh konco-konco niki badhe nyuwun tulung njenengan, dos pundi carane supados masalah kulo kaleh konco-konco saget enggal beres" Seger mangsuli
"we.. ngono tho. gek ndang rene tak deloke" printahe mbah dukun karo ngewur-wuri menyan nok anglo sing ijek mbeluk

"ehem... nek tak delok teko dapuranem kabeh, masalahem ki koyoke ora patek kacek akeh bedane. nek gak masalah karo bojo, sir-siran yo masalah karo demenan. ayo sopo ndisik?" mbah dukun ngongkon wong telu maeng karo silo nok ngarep obongan menyan

Sugeng maju, "kulo riyin, mbah. kulo nembe mawon pedhot kaleh sir-siran kulo, namine Rini. nek saged njenengan japani, kersane Rini mboten saged supe kaleh kulo, terus nyuwun balik maleh sir-siran kaleh kulo"
"halah, masalah kuwi gampang. dilaten watu iki pisan wae, tak jamin sesuk esuk Rini wis bakal mbalik nok awakem maneh" jare mbah dukun karo njupuk watu sing memper koyo watune ponari sing kemlemprak nok latar ngarep omah.

gagenan, Sugeng langsung melet ndilat watu sing dicekeli mbah dukun maeng karo ngomong "matur nuwun, mbah.
bareng Sugeng wis mundur, genten Slamet sing maju karo ngomong "masalah kulo niki langkung ruwet timbangane Sugeng, mbah.."
"hm.. opo kuwi?" dukune takok
Slamet njawab "bojo kulo namine Sumi nyuwun pegat, amargi kulo konangan gendakan kalih Susi, bakul wedang teng pasar kebo, mbah"

"kuwi yo gampang, dilat wae watu iki ping pindho, sesuk tak jamin bojonem wis lali karo masalah kuwi. dadi bojonem sesuk ra sido njaluk pegat" jare mbah dukun

"yes... matur nuwun, matur nuwun, mbah" Slamet mundur karo pringas-pringis persis garangan

"lha masalahem opo Ger?" takoke mbah dukun nok seger
"sakjane masalah kulo niki abot banget, mbah. tapi ningali carane njenengan nek kulo kedah ndilat watu niku, nggih Ngapunten Mawon Mbah... kulo tak pados dukun liyane mawon" jare Seger
"kenek opo?" mbah dukun rodo gawok
"ndek wau kulo nguyuh teng latar, watu sing njenengan cekeli niku pas incer manture uyuh, he.. he.. he.."

"huwek... huwek" tanpo dikomando Sugeng karo Slamet bloke'an mutah-mutah karo misoh-misoh. mbah dukun nggur iso godhek-godhek semlengeren koyo kethek ketulup.

Rabu, 10 Juni 2009

Jagongan Jonegoro

WALOH

Lik Pairo gemrenengan dewe. Batine misoh-misoh. Waloh sing nok tegalane ilang eneh sitok. Wis seminggu iki walohe ilang telu. Nggleleng ngrasakno maling waloh, pikirane nglayang golek coro piye carane ben malinge kapok. Sementara neng warunge Mbok Jiyem absen disik. Jam 11 bengi pas ape ndekek sirah neng bantal, wetenge kroso mules. Wis telung ndino iki wetenge rodok gak beres. Nek neng ngguri mesti rodok mbanyu thik ambune nggarai iwak sak blumbang memdem. ..Das! koyo wong kesetrum Lik Pairo njenggirat tangi. Ndilalah nemu ide kok yo pas wetenge mules.

Lik Pairo budhal mengguri ogak nok misri sing biasane dienggo ndoprok nek isuk, tapi bablas nang tegalan panggon tandurane waloh mbari nyangking arit. Ngliwati greng-grengan. Masiyo peteng ndedet koyo kuburan Lik Pairo apal dalan kono koyo apale epek-epek tangane dewe. Liwat galengan sawah, menggok nengen - gedabrus - Lik Pairo keblowok telo sing ambane sak kucing. Lik Pairo mringis ngempet loro sikile ambek wetenge.

"Matane suweeekk..lali nek neng kene onok telone. ginyo maeng gak nggowo senter" batine Lik Pairo misoh.

Lemah Bojonegoro ki pancen hebat. Nek rendheng lemahe ngglender koyo bubur nek di idek kelet nggandholi srandal nggarakno srampate pedhot. Nek ketigo mekar, nelo, pecah-pecah koyo lambe kurang pitamin C.

Teko tegalane Lik Pairo mileh waloh sing di roso cemolong maling. Waloh di cungkil nganggo arit di bentuk segitiga rodo ombo. Isine waloh di buang. Lik Pairo ndoprok. Sepuloh menit urusan weteng beres. Bar di iseni, waloh di tutup eneh nganggo tipak cuilane sing bentuk segitiga maeng. Batine Lik Pairo ngguyu "Hhh kapok-em kapan, rasakno kowe". Korban sitok gak po-po sing penting iso ngerjani maling, ngono batine Lik Pairo.

Besangane Lik Pairo sukses. Waloh sing di iseni 'ngonok-an' di jipuk maling. Dino iki Lik Pairo sumringah. Budhal nang tegal nggowo krenjang pe panen waloh. Walohe utoh mergo malinge kapok. Oleh rong krenjang cacah limolas gedhi-gedhi. "Nek gedhene sak mene petang ewu yo payu" batine Lik Pairo ngetung bathi. Waloh di dhukno ko krenjang, PROK! ceblok siji, cuwil. Lik Pairo kaget, cuwilane aneh. Bentuke segitiga. Tambah kaget eneh bareng eroh isine. "Gak layak jok dhek maeng aku mambu kakus ae" batine Lik Pairo. Waloh di prikso sitok-sitok. Soko limolas iji, pitu sing utoh, liyane isi 'ngono-an' kabeh.

Lik Pairo raine mbrambang. Mbengok tapi untu di geget "Diyampuuuuttttt....!!"

Jagongan Jonegoro

LELE

Kang Trimo dheleg-dheleg mikir asil panen pari taun iki. Diitang-itung cacahe dhuwik koq pancet wae rugi ora iso mbalikno “embok-e”.
“ojo nglamun wae to Kang, iki sarapane ndang dipangan” jare yu Tarmi karo nggowo sarapan pecel lele karo sambel kemangi kanggo bojone.
“iyo Yung, kene aku tak sarapan” jare Trimo
kang Trimo mangan telap-telep koyo wong kalap, ra perduli gludhug karo bledheg nyamber ngalor ngidul.
Wis bar mangan wareg, wetenge sing njendong koyo jedor malah ketok bunder.
“ngene ki sakjane luweh apik ngopeni lele timbang nandur pari sampek lempok lehku rugi ra tau bathi” anggite Trimo
“Yung, munggohno njajal ngingu lele no piye? Timbang nandur pari yo asile ra iso dijagakno” kandane nok bojone
“Yo Kang, sopo ngerti asile luwung” jare yu Tarmi

Sesuke, sawah rong kedhok pinggir kali sing wis diberakne langsung dikeruk lan dibanyoni. Sakwise dianggep cukup, kang Trimo budhal tuku bibit lele sing arep dicemplungke ning sawah sing wis dadi jomblangan mau.
Kanggo ngiras ngirit pakan, kang Trimo nggawe Jumbleng cacahe loro, siji kanggo wong wedok lan siji kanggo wong lanang.

Bareng wis genep telung ulan, lele dipanen. Lele nok jomblang sing ono Jumblenge kanggo wong wedok luwih gedhe & lemu timbang lele nok jomblang sing ono Jumbleng kanggo wong lanang.

Kang Trimo gawok, terus nakoki yu Tarmi “lha lele Jumbleng lanang kok ra iso lemu koyo lele Jumbleng wedok tho yung?”
“Jawabane nayoh Kang, lele Jumbleng lanang kuwi kuru-kuru mergane nek ape mangan wedi, mergane urung mangan wis mbok thuki penthungan, lha nek lele Jumbleng wedok lemu-lemu iku olehe mangan nggames, mergane lehku menehi mangan karo mesem”.

Karo kukur-kukur kang Trimo ngalih ngiras nggremeng karepe dhewe.

Jagongan Jonegoro

MASUKIN GIGINYA!

Iki crito sing wis lawas, tapi ra neng salahe nek tak critakno neh yo Cah?

Srengenge lagek wae mlethek, Sidin ijek ongap-angop nok ngarep omah karo kesik-kesik ngkukur pathake sing gathel kakehan busik.

Sidin angen-angen ngitung celengane sing wis nembelas taun suwene. “Nek tak itung, nembelas taun berarti celenganku wis oleh nembelas juta. Iso oleh sepeda montor anyar. Kenek tak nggo ijlik”

Sidin mesam-mesem njupuk dhuwike. Untune sing “tutik” alias metu saitik malah ketok gedhe sak pethel-pethel koyo untune Boneng. Sidin mlaku ngampiri Siman nok omahe, karepe ape njaluk diterno nok diler tuku sepeda montor anyar.

“Kulo nuwun!” Sidin uluk salam nok ngarep omahe Siman. “Monggo” diwangsuli karo Yu Dhenok, bojone Siman. “Kang Siman, isih turu, Din. Ndang digugah dhewe kono nok senthong. Dulurem sithok ki jan mbeler tenan” jare Dhenok.
“Yo, yu” jare Sidin karo mlaku nok senthong.
“Kang, ki aku Sidin. Mosok srengenge wis manasi mbun-mbunan kok kowe ijek mlungker?” jare Sidin.
“Whoahem…., eneng opo Din” jare Siman karo Mulet.

“Aku pe njaluk tulung, terno nok diler pe tuku sepeda montor” jare Sidin.
“Yo, sik tak gebyuran sedhelok” jare Siman

Bareng Siman wis bar adus, wong loro maeng langsung budhal. Tekao diler, mileh-mileh akhire entuk Supra X 125, regane limolas juta patangatus ewu. Wis bar dibayar kes, sepeda montor karepe langsung digowo muleh. Kontak diencepno, diongkek, sepeda montore distater mak jreng langsung muni. Gas diuntir-untir, suarane malah banter tapi kok ora mlaku.

Sidin bingung, “Cik kok ora mlaku? Wong gase wis tak untir sampek pol”
Cacike njawab, “Oo… lha giginya belum dimasukkan, Pak. Coba dimasukkak gigi satu dulu terus digas pelan-pelan”.

Saknaliko Sidin langsung mingkem rapet, untune dilebokno kabeh. “Kok ijek ora mlaku cik? Padahal untuku ora nggur siji sing tak lebokno” jare Sidin.

“Wah, bukan gigi yang itu, pak. Tapi gigi porsneleng sepeda montornya yang dimasukkan” jare Cacike

Karo mbranang, isin ra karu-karuan, Sidin ngongkon Siman nglakokno sepeda montore. Ijek ora mudeng porseneleng ki opo, sak ngertine gigi kuwi yo untu.
”Mosok sepeda montor kok nduwe untu” anggite Sidin mbatin.

Jagongan Jonegoro


Sandal
Bengi kuwi, bar ngisak kyai kamid kesusu muleh, sampek lali nganggo sandal mergane enek tamu penting nok omahe sing adep-adepan karo langgar.
Bareng tamune wis muleh, kyai kamid lagek iling nek sandale keri nok langgar.
“we…, tobat. ape nemoni tamu wae sampek lali nganggo sandal. engko nek ilang lak rugi aku, wong sandal karpil lagek lehku tuku je..” kyai kamid nggremeng karepe dhewe.

Ndilalah, mak jegagik… sak sliweran kayi kamid roh Ali liwat. Ali kuwi santrine sing pinter tur akeh akale. Bareng ndelok Ali kya kamid langsung iling nek nok langgar maeng ijek enek anake wedok sing ayu dhewe, Leli jenenge.

“Li.. Ali! Rene sedhelok cung” Ali diceluk.
“Dalem, kayi” Ali mangsuli
“Tulung, aku jupukno sandal karpilku sing keri nok langgar, nek kowe ra roh rupane, takok Leli yo? Bocahe ijek nok langgar kok” perintahe kyai kamid nok Ali.
“Inggih, Kyai” jawabe Ali karo langsung bledhas nok langgar.

Teko langgar, ali roh Leli lagek bar wiridan karo ndungo. Dasar bocah akeh akale, karepe nggolek bathi kanggo nggarap Leli.

“Lel, aku dhek maeng diutus bapakem njaluk sun nok kowe” jare Ali karo pringas-pringis koyo kethek ketulup
“Mosok? Ra ngandel, kowe ape mbodhoni aku yo? jare Leli.
“Tenan, cah! Wani ciker lho tenanan. Nek gak ngandel tak omongno bapakem yo?” tantange Ali.
“Yo, njajal. Tenan po gak” jare Leli.

Ali langsung mbengok “Pak kyai… kulo mboten diparingi Leli…”
Teko njero omah, kyai kamid mbales mbengok “Leli… ndang dikekno tho… ojo kesuwen..
Karo rodo kepekso Leli ngekeki pipine sing tengen nok Ali. Sruput… Ali langsung nyosor.
“Lha sing kiwo? Ali kurangen
“Moh ra sudi” Leli ra gelem
Ali mbengok maneh “Pak kyai… sing kiwo dereng…
Kyai kamid mbales mbengok “Leli, sing kiwo menisan tho Nduk..
Karo raine ditekuk dadi pitulas, Leli ngekekno pipine sing kiwo. Sruput.. Ali nyosor maneh.

Bareng wis kelakon nggarap Leli, Ali lagek ngomong “Lel, sakjane aku maeng diutus njupuk sandale bapakem, tapi aku ra roh rupane sing ndi?

Rumongso dibodhoni, Leli langsung njupuk taboh jedor, terus dipenthungno nok ndase Ali sak kayange. “KLOTHAK…” suarane koyo perkul ngantem thungkel.
Karo mringis nyekeli ndase sing mrempul, Ali mbathin “Ra popo, mrempul sithik tapi lak bar oleh pipinem sing mulus, Nduk…

Jagongan Jonegoro

WANI KITHING LHO? AKU ORA…

Sore iki jam telu. Trisno mergawe kentheng tenan, sak jam engkas wayah laut.
Engko malem minggu, anggite bayaran nguli batu setu iki iso dienggo sangu ngapeli Sumi, sir-sirane sing dhenok dhebleng koyo Luna Maya, tapi sayange kalah nasib nggur iso mbatur nok Cik Wa.

Jam papat pas, mandor nyebul sumpritan tandane wis wayah laut. Trisno langsung raup, salin klambi terus antri bayaran. Lumayan seminggu oleh satus wolong puluh ewu.

Bar Maghrib gletak, Trisno macak nggantheng, ra kelalen nganggo srimpi ben rodo wangi. Rumongso wis cukup, Trisno mancal polygon, budhal ngampiri Sumi. Anggite ngajak malem minggon ngiras sir-siran koyo wong-wong akeh lumrahe.

Koyo semayan, Sumi yo wis brai, nganggo wedak karo bengesan. Lambene abang koyo jambu tulung, raine sumringah kinclong-kinclong koyo keramik sing bar dipel ndek sore.

Bareng Trisno teko, langsung nyengklak, nggoncek polygon. Cekelan rapet koyo codot ngrangkul pelem mateng wit. Ngacir… cir… cir… budhal nok alun-alun golek jagung bakar Jakarta, sing rasane macem-macem kuwi lho…

Wis bar tuku jagung, karepe wong loro ki mau golek nggon sepi, ape indah-indahan karo nggayemi jagung bakar. Pungkasane oleh nggon nok ngisor wit mauni, sepi tenan….

Rumongso aman ra eneng sing ngawasi, trimo nggedabrus ngomong ngalor-ngidul tebar pesona karo tangane rodo clandakan. Jenenge wong kasmaran, sumi yo nyah-nyoh wae karo cekikikan.

Ra kroso, wis meh jam rolas bengi. Pas lagek enak-enake sir-siran, dadak ono angin wus… mak slenthing, Sumi mambu ra enak koyo entut.
“Kowe ngentut kang?” takoke Sumi
“Ora, dik. Sumpah wani kithing lho aku ora!” Trisno ngeyel
“Aku yo mambu badheg, ojo-ojo kowe dhewe sing ngentut” walese Trisno
“Ora, kang. Lha mbok wani kithing aku yo ra ngentut” jare Sumi
“Lha nek ngono, sopo? Opo gendruwo sing ngentut? Wong nok kene ra eneng wong liyo” jare Trisno

Ndilalah, “MAK GEDABRUG” ono bekakas ceblok teko wit mauni, terus nyuworo “WANI KITHING LHO? AKU ORA…”

Langsung wae wong loro mau klepek-klepek, semaput mergo roh sing muni maeng sopo…

Jagongan Jonegoro

Digantung, Ben Cepet Garing...

Dimun karo Sarpin wis sewulan dirumat nok RSJ. wong loro mau dadi gendheng mergane gagal dadi Caleg, padahal wis kadung entek akeh pas Pemilu ndek winginane. antarane wong loro maeng Sarpin sing rodo nemen, malah bolak-balik njajal bunuh diri, tapi slamet sakdurunge kelakon wis konangan karo dokter RSJ.

ndidalah awan kuwi, dokter podho lengah. Sarpin kasil mlayu, nekad njegur kali, karepe ape bunuh diri meneh. playune Sarpin maeng dieloki Dimun sing karep mlayu mergo wis ra krasan nang RSJ.

bareng ngerti Sarpin njegur kali, Dimun sing jago nglangi melok njegur kali, karepe nylametne kancane. Sarpin digeret munggah teko kali, akhire Sarpin slamet meneh ra sido mati kelep nok kali.

rong ndino sakwise kedadean kuwi, dokter RSJ methuki Dimun nok kamare. dokter maeng ngomong “pak Dimun, aku wis krungu crito nek awakem wis dadi pahlawan. kasil nylametno Sarpin, ora sido mati kelep”
karo mesam-mesem Dimun njawab “ah.. ngono kuwi wis biasa, pak dokter”

dokter maeng nepuk-nepuk pundake Dimun karo ngomong “aku mrene iki ape ngekeki awakmu kabar apik karo kabar elek”
“kabar sing ping pisan, awakem wis oleh muleh. awakem wis dianggep waras, jiwanem wis dianggep stabil mergo perbuatanem sing heroik, nulung Sarpin teko kematian, padahal kali kuwi iline bantere ra njamak”
“tapi...” karo ngelus gegere Dimun, dokter mau ngomong meneh “kabar sing ping pindho, awakem kudu sing sabar yo... mergo bar mbok tulung kae Sarpin tetep sido mati mergo gantung diri nganggo sarung sing mbok kemulno nok awake. sabar yo...”

koyo wong ra salah Dimun mangsuli omongane dokter “Sarpin ora gantung diri kok, pak dokter”
“aku sing nggantung Sarpin, mergo ngesakno awake teles kabeh”
“ben gak kademen, mangkane Sarpin tak gantung, anggitku tak pepe ben cepet garing...”

Saknaliko dokter maeng langsung nggeblag, bareng ngerti tibake Dimun luweh nemen gendhenge timbang Sarpin.

Senin, 25 Mei 2009

My Family



Keluargaku, harta kekayaanku Anugerah Allah yang tiada banding. Istriku, temanku di kala senang dan susah, selalu setia mendampingiku dalam keadaan apapun. Anakku tumpuan harapan masa depan, pengobat rindu dan penat setelah bekerja. Manis senyum dan tawanya pengobar semangatku untuk tetap tegar jalani hidup dan memenuhi tanggung jawab sebagai seorang ayah dan suami bagi istriku. Ya Allah Lindungilah selalu Keluargaku, limpahkanlah Rahmad-Mu dan jauhkanlah kami dari segala mara bahaya, Amin.